SELAMAT DATANG (^_^)

Selasa, 17 November 2015

Kesejahteraan Keluarga Petani Mengapa Sulit Diwujudkan??

         Pendapat yang terkuak selama ini, pertanian merupakan profesi inferior dan sector pertanian identik dengan sector marjinal. Swasembada yang pernah tercapai ternyata lambat laun menyebabkan pertanian yang ditinggalkan dan termarjinalkan secara sistematis yang mampu menyebabkan pertanian yang dijalankan petani akan dapat melemahkan posisi petani dan pendapatan petani secara nyata terlihat mengalami kemerosotan yang lebih cepat yang mampu mempengaruhi perekonomian nasional. (Iskandar. 2006). Kemiskinan menjadi suatu persoalan yang kronis yang sulit diatasi. Faktor utama yang memperparah kondisi perekonomian petani adalah penetapan harga dari hasil usaha tani. Rendahnya tingkat harga yang diberkakukan dan diterima petani dari usaha taninya yang akan terus menyebabkan petani berdiam dalam lingkar kemiskinan dan semakin jauh dari kecukupan. (Roosgarindarinda.,dkk. 2003). 
         Petani sebagai tulang punggng pertanian pada dasarnya berada pada posisi yang memprihatinkan. Petani sebenarnya bukan bagian dari orang malas, hanya saja sekeras apapun ia bekerja, pendapatan yang dipeoleh sangat kecil dan hanya mampu memenuhi kebutuhan subsisten dan dalam kegiatan panennya petani. Sering petani juga diperhadapkan dengan sistem ijon atau sistem hutang pada tengkulak yang tidak jarang memberikan harga rendah pada hasil produksi petani (Harsono.2009). Petani yang miskin biasanya dihadapkan dengan persoalan yang mempegaruhi perkembangan dan pembangunan diantaranya 1) Terbatasnya bahkan rusaknya sumberdaya alam, 2) terbatasnya kebijakan dalam pengembangan teknologi produksi dan proses “secondary crops”, 3) jeleknya infrastruktur (transportasi, komunikasi, energi) dan tidak memadainya perhatian dari institusi pembangunan (pendidikan, kesehatan, investasi), 4) marjinalnya Social budaya (kekuasaan, suara, hak tanah, tenure) dan terbatasnya kesempatan ekonomi lokal (pertanian, off-farm, kesempatran kerja di kota).
         Dewasa ini dapat pula ditemukan petani yang maju dan sejahtera. Namun hal ini masih langka ditemukan dikebanyakan kalangan petani. Menurut Elisabeth (2007), petani yang sukses akan mampu mengadopsi pekembangan teknologi pertanian yang tidak hanya berfokus pada usaha tani tetapi juga terlihat pada sistem agribisnis yang dijalankan baik dalam bidang hortikultura, tanaman hias, ikan hias, perkebunan dan peternakan komersial melalui program integrated farming system yang mampu menghasilkan nilai jual lebih tinggi sehingga meningkatkan derajat perekonomian petani.  Maka dari itu sering dianggap hal ini sebagai penyimpangan positif dari petani pada umumnya. Berbeda dengan petani komoditas pangan yang terbangun dalam struktur sosial sederhana dengan cara tanam yang beragam, yang mengenal hidup hanya bercocok tanam padi dll di ladang atau sawah sehingga sering ditemukan petani miskin dalam sector usahatani padi (Koentjaraningrat,1997). Padahal untuk mencapai tingkat ekonomi dan kesejahteraan petani, diperlukan petani yang memiliki daya inovasi, kepioniran dan keunikan yang memperhitingkan tingkat efisiensi, produktivitas dan nilai tambah dengan sisitem manajerial dan kemampuan leadership yang tangguh dengan memanfaatkan teknologi informasi. Maka dari itu perlu didukung peningkatan keterampilan petani lewat penyuluhan dan pemberdayaan petani (Elizabeth,2007). 
         Mengukur tingkat kesejahteraan petani menyangkut dalam peningkatan ekonomi pertanian dapat diukur dengan menggunakan dimensi objektif dengan melihat gejala yang terbentuk dalam petani yang sering terjadi dalam kehidupan petani sehari- hari dan sering dihadapi sebagai fakta. Serta dimensi subjektif yang terbentuk dalam kehidupan petani yang berasal dari dimensi objektif (Bungin, 2011). Dimensi tersebut akan dapat berjalan dan terus berkelanjutan apabila fungsi adaptasi, integrasi, capaian dan latency yang mampu memenuhi fungsi instrumental dan ekspresif.
      Ketahanan pangan menyangkut hal yang penting diantaranya ketersediaan, akses dan konsumsi pangan. Kesejahteraan petani pangan yang relative rendah dan menurun ini menentukan prospek ketahanan pangan yang berarti saat ini mengalami kerawanan pangan yang belum tentu berasal dari golongan petani miskin. Pada dasarnya kesejaheraan tersebut ditentukan oleh berbagai faktor dan keterbatasan diantaranya luas lahan petani yang sempit dan mendapat tekanan untuk terus terkonversi, pada petani miskin memang memiliki faktor produktif yang rentan kecuali tenaga kerja, akses pembiayaan yang terbatas, sistem informaso dan teknologi, infrastruktir produksi, stuktur pasar yang tidak adil dan eksploitatif, ketidak mampuan, kelemahan serta keawaman petani menentukan tingkat ketahanan pangan dalam perekonomian nasional (Krisnamurthi, 2009).
        Sumberdaya koping terkait dengan segala potesi yang dimiliki oleh keluarga petani yang dapat bersifat fisik maupun non fisik dalam membangun koping. Pelaksanaan koping dapat dilakukan dengan dua strategi yaitu ekstrafamilial seperti mencari dukungan sosial, mencari dukungan dan informasi yang aktif. Kedua intra falilial seperti memecahkan masalah secara elompok, normalisasi dan mengandalkan kemampuan sendiri. Dimana kedua strategi tersebut memerlukan focus dan pengendalian (Friedman 2000). Pada umumnya masyarakat petani saat ini masih menerapkan sistem pertanian subsisten yang melibatkan peranan perempuan dalam usahatani yang sering tidak dihargai dalam bentuk upah meskipun pada dasarnya perempuan telah mampu membantu terwujudnya ketahanan pangan (BPS,2010).
        Kesejahteran petani memang memerlukan perhatian khusus dan perlu upaya yang ekstra untuk mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan petani dalam rangkaian mewujudkan peningkatan perekonomian yang dapat dilakukan dengan melakukan, pertama pemberdayaan dengan employment shifting yang dapat dilakukan dengan peningkatan usaha dan mutu hasil usahatani dengan diseimbangkan harga jual yang memiliki nilai tambah tetapi tetap ekonomis (Saputra, 2012). Kedua daya saing produksi, yang mampu menciptakan produk usahatani yang meningkat dengan menerapkan ekoefisiensi, pengembangan grading dan sortasi serta packiaging house,cool chain dll dengan mengusahakan kemudahan infrakstruktur dan sarana prasarana produksi (Suswono, 2008).
Kesimpulan :
Sector pertanian memiliki peranan penting, petani telah mememberikan banyak jasa besar dalam usaha memenuhi ketersediaan pangan nasional dan memenuhi kebutuhan pangan pokok masyarakat. Namun untuk kesejahteraan petani sendiri kini masih di ambang prihatin. Kondisi petani yang masih dinina bobokan dengan cara kuno atau tradisional yang menurut mereka nyaman apabila tidak segera teratasi akan terus menambah angka kemiskinan khususnya bagi petani. Maka dari itu peranan pemerintah utuk terlibat dalam pemberdayaan petani akan memberikan manfaat penting bagi petani. Petani perlu diberikan kemampuan mengenai peningkatan usahatani, efisiensi, nilai tambah, manajerial, dan leadership dll dengan arahan dan bimbingan sehingga dapat membantu bagi kesejahteraan petani dan mampu memberikan peningkatan perekonomian nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar